Sabtu, 10 Oktober 2009

UU Sisdiknas

Sosialisasi UU Sisdiknas

Oleh Prof. Drs. H.Z. Mangitung

Salah satu tujuan etis Nasional negara RI yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah usaha mencerdaskan kehidupan bangsa; Pengertian mencerdaskan kehidupan bangsa ini sangat luas sehingga UUD 1945 mengamanatkan agar membuat UU organik sebagaimana disebutkan dalam pasal 31 ayat (3) yang mengatakan : Bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS) yang pada saat ini dikenal dengan nama Undang - Undang (UU) RI No. 20 Tahun 2003 yang telah disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 8 Juli 2003 dan telah di undangkan pula dalam Lembaran Negara (LN) RI No. 78 Tahun 2003 pada tanggal tersebut. Untuk menggampangkan penulisan selanjutnya dapat disingkatkan UU RI No. 20 / 2003 tentang SISDIKNAS LN No. 78.

Di lihat dari sudut yuridis konstitusional maka, UU No. 20 / 2003 tersebut sudah berlaku secara sah diseluruh wilayah RI sejak tanggal di undangkannya sebagaimana disebutkan diatas; Sehingga Pemerintah menganggap bahwa setiap warga negara Indonesia sudah seharusnya mengetahui, hal mana dibenarkan secara hukum sebagai teori fiksi. Tindakan Pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Pengajaran (DIKJAR) Provinsi Sulawesi Tengah yang mengadakan Lokakarya / Seminar dari tanggal 4 sampai 7 September 2003 yang lalu dengan tema "Pengkajian Pemutuan Pendidikan" seiring diberlakukannya UU SISDIKNAS No. 20 / 2003 adalah sangat tepat, karena bagaimanapun juga dengan penyebarannya hanya melalui LN RI saja belum tentu setiap warga negara langsung dapat mengetahuinya; Bagaimana seharusnya UU SISDIKNAS No. 20 / 2003 tersebut dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya?

Menurut pendapat penulis setelah mempelajari dengan seksama, maka secara substansial tema tersebut mengandung 2 unsur yaitu pertama "Proses Sosialisasi" dan kedua " Proses Pengkajian Pemutuan Pendidikan ".

1. Proses sosialisasi dengan mengundang berbagai - bagai pihak oleh Pemerintahan Provinsi (Pemprov) didalam lingkungan unsur - unsur dinas DIKJAR dan beberapa instansi terkait menunjukkan aktivitas pengembangan sosialisasi itu sendiri. Menurut pendapat penulis ini berarti akan membias pada sekolah - sekolah diseluruh pelosok wilayah Sulawesi Tengah. Seperti diketahui bahwa pihak DIKJAR pada saat ini sedang memproses perumusan yang akan dijadikan rekomendasi dalam rangka penyebar luasan tersebut. Dalam UU SISDIKNAS No. 20 / 2003 pasal 16 ayat menyebutkan jalur, jenjang dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat. Dalam UU ini beberapa istilah perlu dijelaskan yaitu yang dimaksud jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Apa sebenarnya tujuan pendidikan itu? Adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap kreatif dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertsnggung jawab (UU SISDIKNAS pasal 3). Adapun jalur pendidikan antara lain pendidikan formal, nonformal dan informal yang saling melengkapi dan memperkaya (pasal 13); Yang dimaksudkan dengan jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan, antara lain pendidikan dasar dan sejenisnya, pendidikan menengah dan sejenisnya, dan pendidikan tunggal dan sejenisnya (hal ini dapat dibaca pada pasal 17, 18 dan 19). Pembicaraan kali ini penulis mengkhususkan jenjang pendidikan tingkat pendidikan dasar dan menengah. Secara khusus mengenai pendidikan tinggi akan dibicarakan tersendiri. Yang dimaksudkan jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan kepada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan; Sedangkan satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (perhatikan SISDIKNAS pasal 1 tentang ketentuan umum).

Yang perlu juga diketahui disamping tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan diatas juga perlu diketahui masalah dasar dan fungsi pendidikan. Yaitu pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945 (pasal 2). Sekedar perbandingan bahwa negara manapun didunia ini selalu menghubungkan antara dasar negaranya dengan penyelenggaraan pendidikannya misalnya di Amerika Serikat dasar pendidikannya harus disebarkan sesuai dengan dasar Republik Amerika Serikat yang berintikan Pernyataan Kemerdekaan Amerika Serikat tanggal 4 Juli 1776 atau yang dikenal Declaration Independence of The USA (Risalah Cathryn Seckler - Hudson). demikian pula negara - negara sosialis selalu mendasarkan pendidikanya berdasarkan ajaran Karl Marx (Michael H.Hart). Jadi sangatlah wajar apabila negara Republik Indonesia ini mendasarkan pendidikannya berdasarkan filsafat Pancasila, apalagi Pancasila itu sendiri sudah bukan lagi ideologi alternatif tetapi sudah bersifat ideologi imperatif, yang menjadi keharusan bagi setiap warga negara Indonesia untuk mentaatinya; Tidak berlebihan apabila penulis mengemukakan credo dari Frederick the great yang menyatakan "Wie der staat, so die schule (as the state, so the school)" (Adolph C. Mayer) juga dapat diartikan sebagaimana dasar negara sebegitu juga pendidikan dilaksanakan. Itulah sebabnya mengapa Pancasila harus menjadi dasar, fungsi dan tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh UU SISDIKNAS ini. Dalam rangka mensosialisasikan UU ini perlu menetapkan target waktu agar dapat dicapai hasil yang efektif dan efisien secara optimal sebagai program prioritas jangka pendek.

2.Pemutuan Pengkajian Pendidikan jelas hal ini memerlukan suatu proses jangka panjang bahkan menjadi program terus menerus karena terkait beberapa factor :

a. Masalah pendidik dan tenaga kependidikan.

b. Masalah pendanaan pendidikan.

c. Masalah pengawasan pendidikan.

Masalah pendidik dan tenaga kependidikan pasal 39 ayat (1) menyebutkan tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Ayat (2) menyebutkan pendidik merupakan tenaga professional yagn bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Tenaga kependidikan sebenarnya adalah tenaga administrasi dalam berbagai - bagai bidang di sebuah kantor sebagai tenaga penunjang dalam satuan pendidikan, bukanlah pendidik dalam arti sebagai guru yang mengajar di muka kelas; Sedangkan pendidik itu adalah seorang guru sebagai tenaga professional yang menyampaikan bahan ajar, membina anak didiknya dalam proses belajar mengajar khususnya dalam proses pembelajaran. Agar proses pembelajaran itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien, maka harus ada sarana dan prasarana antara lain gedung, alat - alat pendidikan, lingkungan yang serasi dan bersih untuk digunakan demi pertumbuhan, perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik, (UU SISDIKNAS pasal 45).

Masalah pendanaan pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat yang harus menyediakan anggaran pendidikan (UU SISDIKNAS pasal 46) jo UUD 1945 pasal 31 ayat (4) , dimana sumber pendanaannya ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan dan berkelanjutan; Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat mengerahkan sumberdaya yang ada sesuai dengan perundang - undangan yang berlaku (UU SISDIKNAS pasal 47), sedang pengelolaannya berdasarkan kepada prinsip keadilan, efisiensi transparansi dan akuntabilitas publik (UU SISDIKNAS pasal 48).

Pengalokasian dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh pemerintah pusat dialokasikan dalam APBN; Dana pendidikan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah disatu pihak, demikian pula dana pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dilain pihak untuk satuan pendidikan masing - masing diberikan dalam bentuk hibah, sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku (UU SISDIKNAS pasal 49). Perlu ditambahkan disini bahwa sesuai penjelasan pasal 49 itu, maka pemenuhan alokasi pendanaan yang dimaksud dapat dilakukan secara bertahap.

Seluruh pasal - pasal pendanaan pendidikan mulai dari tanggung jawabnya, sumbernya, pengelolaannya dan pengalokasiannya sebagaimana telah dijelaskan diatas, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah (PP). Menurut pendapat penulis sejalan dengan UU No. 22/1999 tentang otonomi daerah dan UU no. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka sebaiknya pengelolaan dana pendidikan itu didasarkan pada prinsip menejemen UU Otda tersebut yaitu seharusnya meninggalkan saja prinsip "function follows money" dan mengikuti prinsip "money follows function" sehingga mnejadikan "no mandating without funding" sebagai dasar menetapkan APBD baru.

Masalah pengawasan pendidikan harus dilakukan secara bersama - sama oleh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah masing - masing sebagai lembaga mandiri yang berperan dalam peningkatan mutu, pelayanan pendidikan dengan cara memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, melakukan pengawasan dan penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing - masing (UU SISDIKNAS pasal 66 jo pasal 56). Demikianlah tulisan singkat ini yang barangkali ada gunanya dalam ikut mensosialisasikan UU SISDIKNAS No. 20/2003. (Penulis adalah, Guru Besar Dalam Bidang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada Universitas Tadulako (Bidang Studi Jurusan Civics/Hukum)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar